Sabana Kaba, Tanah Datar—Ketua Komisi II DPRD Tanah Datar Deddy Irawan minta kepada Pemkab Tanah Datar agar lebih serius dalam kerajinan Tenun Pandai Sikek, mengingat bila heritage (warisan) tak bisa dipertahankan, jelas suatu kegagalan dalam pembinaan Industri Kecil dan Kerajinan di Kabupaten Tanah Datar.
BACA JUGA : Sebaran Covid 19 Diduga Belum Berakhir, Puluhan Warga Hari ini Diambil Swab
Hal tersebut dikemukakan Deddy Irawan kepada media ini, usai melakukan reses ke Nagari Pandai Sikek Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datat, Kamis (25/6).
Dikatakan, Nagari Pandai Sikek adalah salah satu nagari yang memiliki budaya heritage tenunan, karena hampir seluruh kaum perempuan berprofesi sebagai penenun direntang 20 tahun yang lalu. Profesi ini merupakan penyandang utama ketahanan ekonomi dalam suatu rumah tangga disamping kaum laki-laki yang bekerja sebagai petani.
Namun seiring waktu, profesi yang mulia ini membutuhkan skill mumpuni, ketelitian tangan kaum perempuan dalam mengambil benang helai perhelai untuk dibuat motif, butuh kesabaran dalam mengerjakan dan tentu dalam pengerjaan ini diiringi rasa cinta dan harapan akan masa depan yang lebih baik, sehingga menghasilkan satu maha karya yg diakui oleh semua orang.
“Seperti diketahui,Tenun Pandai Sikek baik secara Nasional maupun Internasional mampu membawa nama daerahnya menjadi terkenal dan menjadi kebanggaan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar, bahkan Provinsi Sumatera Barat,” tambahnya.
Deddy selanjutnya mengatakan, realitanya sekarang sungguh miris, profesi ini mulai banyak ditinggalkan kaum perempuan dan beralih menjadi buruh tani, perih memang profesi yang begitu mulia sekarang penggantinya justru menjadi buruh tani dengan satu ucapan dari mereka lebih menjanjikan bekerja ke sawah orang dari pada bertenun.
“Berangkat dari ucapan kaum wanita atau ibu-ibu Pandai Sikek, saya tidak yakin 10 tahun ke depan kaum perempuan di Pandai Sikek masih mau bertenun secara tradisional,” kata Deddy menggambarkan kekecewaannya.
Menurut pengamatannya, kain tenun ini masih banyak diminati namun persoalannya sekarang banyak sekali daerah yang juga memproduksi tenunan yang sama diluar Pandai Sikek dan juga kemajuan ilmu pengetahuan tekhnologi mesin ikut menggilas para penenun tradisional ini, sehingga mereka tidak kuat bersaing dan pada gilirannya mati secara pelan-pelan.
“Ironisnya hasil tenunan yang diproduksi oleh daerah lain dan menggunakan mesin dijual di pasaran tetap menyampaikan kepada pembeli ini buatan hand Made asli Pandai Sikek, kalau tidak produknya tidak laku dijual, nauzubillah,” tutur Deddy.
Deddy berkesimpulan, kesemuanya ini tentu kesalahan kita juga, karena ternyata selama ini songket Pandai Sikek tidak memiliki identity secara legal formal, ketika berada di pasar mereka tidak punya legal standing yang membedakan sehingga banyak oknum nakal yg memanfaatkan untuk kepentingan pribadi mereka dengan mengaku produk ini dikerjakan secara tradisional atau handmade pandai Sikek.
Sebagai Ketua Komisi ll DPRD Tanah Datar, kata Deddy Irawan, kalau heritage songket Pandai Sikek ini sampai punah ini merupakan kegagalan Pemerintah Tanah Datar dalam melindungi aset budaya mereka, oleh karena itu saya minta kepada dinas terkait untuk segera mengurus legal standing dari songket pandai Sikek yg dikerjakan secara tradisional agar ini tidak punah.(WD)