Sabana Kaba, Tanah Datar—Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Sumbar Heranof Firdaus mengatakan, berita hoax cendrung mewarnai alam demokrasi di Indonesia. MeskipuN HAL tersebut tidak dikendaki, namun tetap saja hadir ditengah-tengah masyarakat, terutama disebarkan melalui media sosial.
Hal tersebut dikemukakan Ketua PWI Heranof Firdaus, ketika memberi pencerahanan dala acara Fasilitasi, Publikasi dan Domentasi Pengawasan Pemilihan Umum 2019 yang digelar Bawaslu Tanah Datar di Hotel Emersia Batusangkar, Selasa (22/10).
Dijelaskan, dalam momentum demokrasi peran media massa sangat vital. Berfungsi menjaga keseimbangan sebuah entitas negara dan masyarakat. Kebebasan pers termasuk media massa merupakan keunggulan dalam rezim demokrasi, sehingga menjadi pilar penting dalam tegaknya berdemokrasi.
“Media massa memiliki fungsi kontrol, karena melalui transformasi informasi, media massa mampu mengerem laju kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat,” kata Heranof menambahkan.
Menurutnya, antara berita dan hoax sering campur aduk di relis di media sosial, kesemuanya ini mungkin disebabkan masih banyak masyrakat atau pembaca yang tidak tahu dengan hoax, meskipun “Hoax” seringkali kita dengar belakangan ini baik melalui internet, televisi maupun dari media social lainnya.
Hoax itu sendiri berasal dari bahasa Inggris yang artinya tipuan, menipu, berita bohong, berita palsu dan kabar burung. Jadi ”Hoax” dapat juga diartikan sebagai ketidakbenaran suatu informasi. Jika dilihat di Wikipedia, Hoax merupakan sebuah pemberitaan palsu yakni sebuah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca dan pendengarnya agar mempercayai sesuatu.
Biasanya seorang yang menyebarkan berita hoax secara sadar melakukan suatu kebohongan dan menyebarkan informasi yang tidak benar. Hal ini bertujuan menggiring opini dan kemudian membentuk persepsi terhadap suatu informasi.
“Sekarang ini Hoax cukup erat kaitanya pada isu politik. Biasanya ini dilakukan untuk menyebarkan rumor agar menguntungkan pihak tertentu. Namun tak jarang hoax ditemukan pada kasus-kasus lain,” tutur Heranof.
Lebih lanjut dijelaskan, Hoax pencemaran nama ternyata berbahaya karena sepenggal kabar palsu bisa dengan mudah tersebar di dunia maya dan mampu mengancurkan hidup seseorang dalam sekejab. Seperti yang dialami oleh kakek 74 tahun dari Australia, Kenneth Rothe.
Postingan hoax dari seorang pengguna Facebook bernama David Scott tentang klaim dua hotel milik Kenneth menerima pengunjung pedofil. Akibat postingan itu, Kenneth mulai menerima teror hingga ancaman pembunuhan. Demi keamanan, Kenneth dan keluarganya akhirnya terpaksa meninggalkan kota Nambucca, tempat tinggal mereka sejak puluhan tahun.(WD)