Oleh : M. Kurniawan Dt. Parpatiah, M.Pd.I
Randai merupakan media untuk menyampaikan kaba atau cerita rakyat melalui gurindam atau syair yang di sendangkan dan gelombang-gelombang tari yang berasal dari gerakan silat Minangkabau. Randai dalam sejarah Minangkabau pada awalnya dimainkan oleh masyarakat Pariangan Padang Panjang ketika mesyarakat tersebut berhasil menangkap rusa yang keluar dari laut.
Randai di Minangkabau suatu kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang, berkelompok atau beregu, dimana dalam randai ini ada cerita yang dibawakan, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, Siti Ramalan dan cerita rakyat lainnya.
Pemeran utama berjumlah satu orang, dua orang, tiga orang atau lebih tergantung dari cerita yang dibawakan, dan dalam membawakan atau memerankannya pemeran utama dilingkari oleh anggota-anggota lain yang bertujuan untuk menyemarakkan berlansungnya acara tersebut. Sekarang ini Randai merupakan sesuatu yang asing bagi pemuda-pemudi Minangkabau, hal ini dikarenakan bergesernya orientasi kesenian atau kegemaran dari generasi tersebut.
Randai dalam perkembangannya mengadopsi gaya penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara modern. Jadi, Randai adalah media untuk menyampaikan cerita-cerita rakyat, dan kurang tepat jika Randai disebut sebagai Teater tradisi Minangkabau walaupun dalam perkembangannya Randai mengadopsi gaya bercerita atau dialog teater atau sandiwara.
Nagari Tabek Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat juga memeliki sebuah randai tradisional, randai ini bernama Randai Siti Ramalan. Rantai Siti Ramalan dari penampilannya hampir sama dengan randai-randai pada umumnya yang ada di Sumatera Barat, yang membedakan hanya dari alur cerita dan kombinasi gerakan tari randainya. Randai ini berdiri pada tahun enam puluhan oleh para tertua seni adat nagari Tabek kala itu. Dalam perkembangannya randai Siti Ramalan mengalami pasang surut dikerenakan perubahan dan pergantian pimpinan maupun personil dalam kelompok randai ini.
Randai Siti Ramalan pada tahun 2000’an mendapat penghargaan dari pemerintah kabupaten Tanah Datar, yakni memenangkan kompetisi kesenian adat tradisional se kabupaten Tanah Datar pada ajang festival pagarung berhasil mendapatkan juara 1. Dari sinilah nama Randai Siti Ramalan mulai dikenal oleh masyarakat Kabupaten Tanah Datar. Setelah mendapatkan penghargaan randai ini banyak diundang oleh masyarakat untuk mengisi acara pesta baralek, khitanan dan acara-acara lainnya.
Randai ini sempat fakum beberapa tahun semenjak tahun 2010 namun pada tahun 2018 randai ini mulai menggeliat kembali setelah beberapa tahun fakum, latar belakang munculnya randai dikarenakan pada tahun 2018 ada penilaian nagari dari dinas pariwisata dan kebudayaan provinsi. Dari sinilah muncul ide dari ibu-ibu PKK jorong bulukasok untuk menghidupkan lagi kesenian adat tradisional ini. Pada bulan maret 2018 pemerintah nagari Tabek kembali mengukuh kepengurusan kesenian Randai Siti Ramalan dengan diterbitkan SK Wali Nagari Tabek Nomor 02 Tahun 2018.
Pada bulan Juli 2019 randai siti ramalan mendapat sorotan positif dari dinas sosial kabupaten Tanah Datar, yaitu dengan mendapatkan bantuan dari Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial sebagai upaya Penguatan Kearifan Lokal Tahun 2019. Bantuan tersebut diberikan untuk melengkapi peralatan-peralatan yang dibutuhkan dalam kesenian randai seperti; galembong, baju randai, suntiang, talempong, gendrang dan sebagainya. Setelah itu bantuan sosial ini juga digunakan untuk pementasan.
Pementasan Randai siti Ramalan diadakan pada tanggal 24 November 2019 di Medan Nan Bapaneh Balairungsari Nagari Tabek. Pementasan dilaksanakan bertujuan untuk mempromosikan kembali bahwa randai siti ramalan telah siap kembali untuk menghibur masyarakat baik untuk acara baralek, khitanan, kunjungan wisata, dan acara-acara resmi lainnya.