Laporan : Hendra Firmanto
Sabana Kaba, Agam–Senada dengan Buyuang Sutan Bagindo, Jon Sutan Kayo (42 tahun) yang berprofesi sebagai pembajak sawah juga meyampaikan jeritan hati masyarakat Matur. Ia menuturkan sebagai sudah lebih dari 20 tahun melakoni profesi sebagai tukang bajak sawah.
BACA JUGA : Rumah Semi Permanen Terbakar, Korban Kerugian Ditaksir Rp,300,- Juta
Tapi belum pernah Banda Gadang ini disentuh oleh dana Pemerintahan. Setiap mau membajak, kami sering berebut air dengan petani yang lain, sementara debit air yang masuk ke Banda Gadang sangat kecil, sedangkan untuk membajak sawah, itu sawahnya harus tergenang air cukup banyak.
“Kalau air kurang, indak luluah sawah dibajak do”, katanya dengan logat kental. Ia juga heran, setiap masa kampanye, entah itu tingkat rendah atau tinggi, kami selalu didatangi dan diberikan janji-janji begini dan begitu, setelah selesai pemilihan, ya Banda Gadang tetap saja Banda Gadang yang entah kapan memberikan air lancar dan memadai terhadap petani.
Keluhan serupa juga dibenarkan oleh Em (65 tahun) petani padi yang memakai air Banda Gadang. Banda Gadang bocor dimana mana, walaupun debit air di hulu besar, tapi sampai kesini sudah kecil, karena irigasi kita masih tanah, jadi meresap dan bocor dimana mana, coba lihat sendiri.
“Sawah saya kering, padahal air ada. Kalau air dimasukan semua, kasihan petani lain. Kami sama sama butuh, jadi harus sama sama pengertian,” katanya menambahkan
Pria yang sudah dimakan usia dan masih tetap tegar ini selanjutnya menuturkan, kalau lah banda ini dibeton, hal ini tidak akan terjadi. Setahu saya, Banda ini dari dulu sudah ada, tapi tidak pernah terperhatikan oleh pemangku kebijakan.
“Entah dimana salahnya, saya lihat makin hari makin merosot, 40 tahun yang lalu kita termasuk mewah oleh air, kolam ikan dimana mana berisi, tanaman padi tidak pernah kering,” jelas Em sambil menunjuk ke Banda Gadang.
Em sangat mennayangkan nasib petani di nagarinya, kolam ikan berubah seperti lahan tak tergarap, sawah sering kekeringan, karena air sering tidak cukup. Kalau tidak ditunggui dan dibiarkan air tidak masuk, dalam tempo dua hari saja, sawah bisa retak retak karena air tidak masuk.
Ia mengatakan, lebih dari separo penduduk Matur berprofesi sebagai petani dan penggarap sawah. Bisa dibayangkan apa bila irigasi sebagai sarana dan prasarana penopang perekonomian masyarakat ini terus terabaikan. Sudah selayaknya para pemangku kebijakan turun kelapangan melihat apa sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat. Disaat pandemi Covid 19 belum berakhir, kita berharap jeritan hati masyarakat Matur didengar oleh pengambil kebijakan.(Tamat)